Rabu, 18 Agustus 2010

suatu pagi bersama si "killer"


Suatu pagi di restauran hotel tempat saya dan keluarga besar saya menginap, saya bertemu dengan seorang mantan pembunuh. Itu pertama kalinya saya mendengar cerita tentang pembunuhan dari pembunuhnya lansung dan anehnya tidak tampak sedikitpun penyesalan malah yang ada kebanggan darinya….

Setelah saya mengambil beberapa makanan dari meja prasmanan restauran, saya melihat ke sekeliling restoran mencari meja yang kosong untuk menyantap sarapan pagi saya.Akhirnya saya menjatuhkan pilihan kepada sebuah meja bundar dimana terdapat seorang pria tua kira-kira umurnya 50an, ada juga paman saya, dan sepupu saya yang sudah duluan duduk di meja tersebut. Sambil menyantap sarapan, si pria tua bercerita tentang dirinya kepada saya, paman saya dan sepupu saya.

Pria tua itu dulunya adalah seorang anggota militer. Dia termasuk orang yang terlibat-mungkin kalian pernah dengar pembunuhan misterius/orang bertato pada dekade 80an.Pada dekade 80an, untuk menstabilkan dan mengurangi tindak kriminalitas ada sebuah kebijakan yang mengijinkan aparat tertentu untuk menghabisi seorang penjahat secara lansung tanpa perlu menangkap dan mengadilnya. Yang dimakuds penjahat saat itu, misal pencuri, perampok, dll bahkan termasuk orang-orang yang bertato.

Dengan bangga dia menceritakan bagaimana aksi membunuhnya. Dia pernah membunuh seseorang di sebuah ladang dengan memakai batu. Ceritanya, suatu pagi dia lari pagi bersama rekan-rekannya keliling desa-desa. Berlari, berbabris dan bernyanyi seperti para prajurit pada umumnya. Langkah lari mereka terhenti saat seorang anggota intelejen memberi info kepada mereka bahwa salah satu target yang harus mereka bunuh sedang bersembunyi di sebuah ladang/kebun tidak jauh dari posisi mereka. Dikirimlah sebuah team kecil (jumlhanya berapa sy lupa-kira-kira 2-5 orang) untuk menangkap dan mengeksekusinya. Saat si penjahat tau kalau ada yang berusaha menangkapnya, si penjahat melawan. Tapi jelas itu perkelahian yang tidak seimbang. Team yang mengincar penjahat tersebut sudah berpengalaman dengan bunuh-membunuh. Si pria tua yang menceritakan kisahnya berkata “dia malah berani melawan” dengan nada bangga. Lanjutnya “saya ambil batu, lalu saya pukuli kepalanya pakai batu sampai matI” dia mengatakannya tanpa ekspresi penyesalan.

Cerita lainnya, suatu hari dia ditugaskan untuk mencari dan membunuh seorang perampok yang
baru saja merampok penjual kopi keliling (masih inget ad penjual kopi keliling dengan ceret
dan gelas?). Si penjual kopi tangannya ditebas si perampok dan uangnya hasil brjualan kopi
keliling di ambil si perampok. Si pria tua menemukannya di sebuah desa sedang bersembunyi. Dengan berpakaian preman atau pakaian biasa aja, kaos, celana jeans, jaket, sandal jepit plus pistol yang tersembunyi di balik jaketnya, dia berusaha menangkap si perampok.

Si perampok berhasil ditangkap tanpa perlawanan alias si perampok menyerah. Si perampok tentu tau kalo dia ditangkap dia akan dibunuh, tapi si perampok pasrah. Si perampok dibawa pria tua tersbut masuk ke dalam kebun/hutan yang jauh dari permukiman penduduk. Sambil berjalan, si pria tua memberi si perampok kesempatan untuk mengucapkan permintaan terakhirnya. Si perampok meminta diijinkan untuk mandi dulu kemudian salat sebelum dia ditembak mati. Si pria tua mengijinkannya dan akhirnya si perampok mandi (kalo gak disendang, musola,ato masjid sy lupa), kemudian salat. Lalu akhirnya si perampok sudah siap untuk dieksekusi.

Mereka berjalan sampai di tempat yang dirasa cukup bagus untuk menghabisi nyawa seseorang (tempat yang bagus adalah tempat yang jauh dari perhatian penduduk, tapi mudah dijangkau untuk evakuasi oleh aparat hukum lainnya, karena aparat lainnyalah yang akan membereskan mayatnya).

Si pembunuh berkata, “iklahskan ya!” , jawab si perampok “iya saya ikhlas”. Kemudian dor!!, satu peluru melesat dengan cepat tak terlihat menembus kepala si perampok. Darah mengucur tapi si perampok masih hidup. Dengan nada menghina si permapok berkata “bapak seharusnya malu”. Ya..si pembunuh memang seharusnya malu. Target ada persis di depan hidungnya, dan ilmu dan pengalamannya membunuh sudah banyak, tapi kenapa dia tidak bisa menghabisi nyawa sesorang dalam satu kali tembakan yang jaraknya sangat2 dekat. “kamu pasarah aja ya..” pinta si pembunuh. Kali ini dia melesatkan satu tembakan lagi. Peluru menembus kepala si perampok untuk kedua kalinya, tapi si perampok belum mati. Si pembunuh kebingungan, belum pernah dia mengalami kejadian seperti ini. Si perampok akhirnya meminta untuk mandi dan salat lagi dan si pembunuhpun mengijinkannya lagi.

Si pembunuh saat itu menyadari sesuatu, bahwa apa yang dia kira bisa lakukan atau gapai dengan mudah belum tentu dia bisa meraihnya. Si pembunuh sadar, bahwa bila Tuhan belum mengijinkan si perampok untuk mati maka si perampok tidak akan mati oleh apapun dan siapapun. Tuhanlah yang menentukan segalanya. Tapi si perampok juga sadar akan tugasnya dan harus menyelesaikan apa yang telah dia mulai. Dia menyiapkan tembakan ketiga kepada si perampok. Kali ini si perampokpun siap untuk ditembak mati. Dor!tembakan ketiga melesat, peluru menembus kepala si perampok dan perampok itupun mati…

Si pembunuh menyadari bahwa Tuhanlah yang berkuasa atas segala sesutatu. Setelah hari itu dia tetap membunuh sesuai dengan tugasnya sampai kebijakan pembunuhan langsung tersebut dihentikan oleh pemerintah. Itu pertama kalinya sy bertemu seorang pembunuh dan merupakan cerita yang menarik darinya. Selain itu saya juga mendengar keluh kesahnya tentang tingkah penjahat zaman sekarang yang mulai berani melawan aparat, katanya “kalau dulu pasti sudah saya tembak mati!!”


gambar:http://www.kaskus.us/showthread.php?t=3783696

Tidak ada komentar:

Posting Komentar